Type something and hit enter

author photo
By On
Reportase Terkini - Mendengar orang yang berbicara (baik) adalah wujud dari perahatian atas hak orang lain untuk didengarkan. Akan tetapi, mendengarkan pembicaraan orang lain-yang sifatnya subjektif-di mana pembicaraan tersebut tertutup (rahasia) untuk orang lain, tidaklah patut.




Misalnya, seseorang berbicara tentang masalah keluarganya, kemudian sengaja mendengarnya untuk mengetahui isi pembicaraan. Rasulullah Saw. Mengingatkan “Siapa saja mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedang mereka membenci hal itu, niscaya dituangkan kedua telinganya timah mendidih pada Hari Kiamat” (HR Bukhari).

Situasinya berbeda jika Muslimah mendengar saudaranya digibahi, dihina, dan dilecehkan. Maka, dianjurkan baginya untuk membela kehormatan saudaranya tersebut. Hal ini juga dilakukan Rasulullah Saw. Melakukan shalat, beliau berkata, “DI manakah Malik bin Addukhsyum?” Lalu ada seorang laki-laki menjawab, “Dia munafik, tidak cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” Maka beliau berkata, “Janganlah engkau berkata demikian, tidakkah engkau lihat bahwa dia telah mengucapkan la ila ha illallah dengan ikhlas karena Allah? Dan Allah telah mengharamkan api neraka atas orang yang mengucapkan la ila ha illallah dengan ikhlas karena Allah” (HR Bukhari dan Muslim).
Baca Juga : Allahu Akbar!! Presiden Gambia Umumkan Negaranya Menjadi Negara Republik Islam
Imam Nawawi berpendapat dalam Al-Adzkar, “Ketahuilah bahwasannya gibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka, wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada orang itu, wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat gibah tersebut jika hal itu memungkinkan.” [reportaseterkini]