Reportase Terkini - Dalam keseharian kita sering mendengar ucapan merendahkan, seperti; Ah, si A itu bisa apa? Ah, si B itu pegawai rendahan. Ah, si C itu ilmunya masih dangkal. Ucapan tersebut biasanya muncul karena kecewa hati atau membuat persepsi untuk menjatuhkan orang lain. Setiap orang memiliki posisi yang berbeda dalam masyarakat, baik dari sisi ekonomi, politik, sosial maupun spiritual. Namun bukan berarti kita bebas menilai orang lain. Bisa jadi orang yang kita remehkan tersebut suatu hari berbalik menjadi orang yang jauh lebih mulia dan lebih sukses dari yang meremehkan.
Sejarah banyak menceritakan kisah-kisah orang yang semula dicibir dan diremehkan. Namun, seiring berjalannya waktu, cibiran itu berganti dengan pujian dan sanjungan. Sebaliknya, fakta juga acap mengisahkan orang-orang yang semula hidupnya terpandang namun berbalik menjadi menyedihkan.
Rasulullah saw. ketika awal mula menyebarkan Islam, seringkali diremehkan bahkan dituduh macam-macam. Bayangkan, beliau yang hidup sebatangkara harus berdakwah dilingkungan Makkah yang telah terbentuk budaya bobrok yang massif. Kebiasaan minuman keras, zina, merampok sampai membunuh bayi-bayi perempuan adalah hal yang jamak terjadi kala itu. Tapi beliau bergeming, dakwah tetap lanjut. Ibaratnya, semua cemoohan tersebut masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tidak pernah beliau pedulikan.
Suatu ketika Rasul yang mulia ini sedang duduk dikaki bukit shafa, tiba-tiba Abu Jahal mendatanginya dan memaki-maki dengan cacian yang kotor. Beliau tidak membalasnya dan hanya diam saja. Abu Jahal semakin kalap, ia ambil pasir lalu ditaburkan kewajah Rasulullah saw. yang mulia. Lagi-lagi beliau tidak membalasnya. Diambilnya kotoran hewan lalu dilemparkan kepada beliau. Tati tetap beliau tidak membalas, hingga kemarahan Abu Jahal semakin memuncak dan menganiayanya. Beruntung paman beliau, Hamzah datang membalas perlakuan Abu Jahal yang kelewat batas.
Kunci sederhana untuk menghadapi cemoohan orang lain adalah bersikap 'biasa-biasa saja'. Meski tidak mudah, namun dengan tidak terlalu memikirkan hinaan orang lain, kita akan tetap produktif dalam menjalankan tugas kehidupan. Yakinlah bahwa orang yang menghina hakikatnya ia menghina dirinya sendiri. Satu telunjuk ia arahkan kepada orang yang dihina, empat jari mengarah pada dirinya sendiri.
Namun demikian, terkadang hinaan yang menghampiri mungkin sesuai dengan kenyataan sehingga kita bisa langsung introspeksi diri. Bila dihadapi dengan kejernihan akal, cemoohan tersebut justru menjadi cambuk agar kita terlecut menjadi pribadi dengan hinaan, kita akan semakin terjebak dalam konfrontasi yang tak berujung. Hidup pun selalu galau karena bayang-bayang permusuhan. Rasulullah saw. pernah memberikan wasiat pada Jabir ibn Sulaim r.a., "Jika ada seseorang yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi). [reportaseterkini]
Sumber : 99 Resep Hidup Rasulullah Oleh Abdillah F.Hasan
Sejarah banyak menceritakan kisah-kisah orang yang semula dicibir dan diremehkan. Namun, seiring berjalannya waktu, cibiran itu berganti dengan pujian dan sanjungan. Sebaliknya, fakta juga acap mengisahkan orang-orang yang semula hidupnya terpandang namun berbalik menjadi menyedihkan.
Rasulullah saw. ketika awal mula menyebarkan Islam, seringkali diremehkan bahkan dituduh macam-macam. Bayangkan, beliau yang hidup sebatangkara harus berdakwah dilingkungan Makkah yang telah terbentuk budaya bobrok yang massif. Kebiasaan minuman keras, zina, merampok sampai membunuh bayi-bayi perempuan adalah hal yang jamak terjadi kala itu. Tapi beliau bergeming, dakwah tetap lanjut. Ibaratnya, semua cemoohan tersebut masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tidak pernah beliau pedulikan.
Suatu ketika Rasul yang mulia ini sedang duduk dikaki bukit shafa, tiba-tiba Abu Jahal mendatanginya dan memaki-maki dengan cacian yang kotor. Beliau tidak membalasnya dan hanya diam saja. Abu Jahal semakin kalap, ia ambil pasir lalu ditaburkan kewajah Rasulullah saw. yang mulia. Lagi-lagi beliau tidak membalasnya. Diambilnya kotoran hewan lalu dilemparkan kepada beliau. Tati tetap beliau tidak membalas, hingga kemarahan Abu Jahal semakin memuncak dan menganiayanya. Beruntung paman beliau, Hamzah datang membalas perlakuan Abu Jahal yang kelewat batas.
Kunci sederhana untuk menghadapi cemoohan orang lain adalah bersikap 'biasa-biasa saja'. Meski tidak mudah, namun dengan tidak terlalu memikirkan hinaan orang lain, kita akan tetap produktif dalam menjalankan tugas kehidupan. Yakinlah bahwa orang yang menghina hakikatnya ia menghina dirinya sendiri. Satu telunjuk ia arahkan kepada orang yang dihina, empat jari mengarah pada dirinya sendiri.
Namun demikian, terkadang hinaan yang menghampiri mungkin sesuai dengan kenyataan sehingga kita bisa langsung introspeksi diri. Bila dihadapi dengan kejernihan akal, cemoohan tersebut justru menjadi cambuk agar kita terlecut menjadi pribadi dengan hinaan, kita akan semakin terjebak dalam konfrontasi yang tak berujung. Hidup pun selalu galau karena bayang-bayang permusuhan. Rasulullah saw. pernah memberikan wasiat pada Jabir ibn Sulaim r.a., "Jika ada seseorang yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi). [reportaseterkini]
Sumber : 99 Resep Hidup Rasulullah Oleh Abdillah F.Hasan